Uniknya Segitiga Bisnis Media

Source: Google Image
Dalam bisnis media, ada sebuah segitiga. Sisi pertama adalah pembaca, pemirsa, atau pendengar. Sisi kedua adalah iklan, dan yang ketiga adalah warga (citizens).

Berbeda dengan bisnis pada umumnya. Pemirsa, pembaca, dan pendengar bukanlah pelanggan (customer) dalam bisnis media.

Kebanyakan media, termasuk televisi, radio, maupun dotcom, memberikan berita secara cuma-cuma alias gratis. Orang-orang tak membayar untuk menonton televisi, membaca internet, atau mendengarkan radio. Bahkan, dalam bisnis surat kabar pun kebanyakan pembaca hanya membayar sebagian kecil dari ongkos produksi. Ada subsidi buat pembaca.

Adanya kepercayaan publik tersebutlah yang kemudian "dipinjamkan" perusahaan media kepada para pemasang iklan. Dalam hal ini, pemasang iklan memang pelanggan, namun seyogianya tak merusak hubungan yang unik antara media dengan pembaca, pemirsa, dan pendengarnya.


Referensi:
Andreas Harsono, A9ama Saya Adalah Jurnalisme

Sembilan Elemen Jurnalisme: Loyalitas

Source: Google Image
Loyalitas atau yang disebut lealdade oleh lisan Portugis dapat berarti kesetiaan. Wartawan, kepada siapa ia mesti menempatkan loyalitasnya? Pada perusahaan, pembaca, ataukah masyarakat?

Pertanyaan itu penting. Sebab, sejak 1980, tercatat bahwa separuh wartawan Amerika menghabiskan setidaknya sepertiga waktu mereka untuk urusan manajemen ketimbang jurnalisme. Sungguh memperihatinkan.

Wartawan mempunyai tanggung jawab sosial yang tak jarang bisa melangkahi kepentingan perusahaan tempat mereka bekerja. Malahan, di sini uniknya, tanggung jawab tersebut sekaligus merupakan sumber dari keberhasilan perusahaannya.

"Perusahaan media yang mendahulukan kepentingan masyarakat justru lebih
menguntungkan daripada sekedar mengutamakan bisnisnya sendiri."

Meyer dan Ochs, Mereka Teladannya!
Pada 1933, Eugene Meyer membeli harian The Washington Post. Di dalam surat kabar tersebut, pria asal Los Angeles itu menulis, "Dalam rangka menyajikan kebenaran, surat kabar ini, kalau perlu, akan mengorbankan keuntungan materialnya jika itu demi kepentingan masyarakat."

Tak berbeda dengan Adolph Simon Ochs, pria berdarah Ohio yang membeli harian The New York Times pada 1893 silam. Ochs percaya bahwa penduduk New York capek dengan surat kabar kuning yang kebanyakan sensasional, lalu ia pun berniat menyajikan surat kabar serius dan mengutamakan kepentingan publik.

Baik Ochs maupun Meyer, keduanya benar! Dua harian tersebut menjadi institusi publik nan prestisius sekaligus bisnis yang menguntungkan.

Sisi Kekhawatiran
Banyaknya wartawan yang mengurusi bisnis, boleh jadi, dapat mengaburkan misi media dalam melayani kepentingan masyarakat. Bisnis media berbeda dengan bisnis pada umumnya. Dalam bisnis media, ada... Selanjutnya

Referensi:
Andreas Harsono, A9ama Saya Adalah Jurnalisme

Sembilan Elemen Jurnalisme: Kebenaran

Source: Google Image
Setelah Committee of Concerned Journalist mengadakan banyak diskusi dan wawancara yang melibatkan 1200 wartawan selama kurun waktu tiga tahun, Bill Kovach dan Tom Rosenstiel akhirnya merumuskan sembilan elemen jurnalisme. Uniknya, mereka berdua menempatkan "kebenaran" sebagai elemen yang pertama.

Kovach dan Rosenstiel mengambil contoh tabrakan lalu-lintas. Hari pertama, seorang wartawan memberitakan kecelakaan tersebut terkait apa, siapadi mana, kapan, kenapa, dan bagaimana. Hari kedua, boleh jadi beritanya ditanggapi oleh pihak lain, entah itu polisi, keluarga, atau keluarga korban. Kemungkinan terjadi koreksi. Maka, pada hari ketiga, koreksi itulah yang diberitakan. Juga akan bertambah ketika ada yang mengirim surat pembaca atau tanggapan lewat kolom opini. Demikian seterusnya.

Ibarat stalagmit, tetes demi tetes kebenaran itu membentuk stalagmit yang besar. Makan waktu dan butuh proses. Tetapi, dari kebenaran sehari-hari itulah terbentuknya bangunan kebenaran yang lebih lengkap. Kendati demikian, mengetahui mana yang benar dan mana yang salah saja tidaklah cukup. Kovach dan Rosenstiel menerangkan elemen kedua dengan bertanya, "Kepada siapa wartawan harus menempatkan loyalitasnya?"


Referensi:
Andreas Harsono, A9ama Saya Adalah Jurnalisme.

Selayang Pandang Peristiwa Isra' Miraj

Source: Google Image
Bulan Muharram mengingatkan kita akan peristiwa Hijrah, bulan Ramadhan mengingatkan kita akan peristiwa Nuzulul Qur'an, bulan Dzulhijjah mengingatkan kita akan peristiwa Qurban, bulan Syawal mengingatkan kita akan Idul Fithri, bulan Rabi'ul Awwal mengingatkan kita akan Maulid Nabi, dan bulan Rajab mengingatkan kita pada peristiwa yang hari ini kita peringati, yakni Isra' Mi'raj.

Isra' Mi'raj merupakan perjalanan terhebat yang pernah terjadi sepanjang sejarah peradaban manusia. Menurut Quraish Shihab, kata Isra' berarti "perjalanan malam", sedangkan Mi'raj adalah "alat untuk naik".

Isra' Mi'raj atau perjalanan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dari Masjidil Haram (Makkah) menuju Masjidil Aqsha (Palestina), kemudian naik ke Sidratul Muntaha di langit ke tujuh, lalu kembali ke Makkah hanya dalam waktu semalam dipahami sebagai peristiwa suprarasional, tidak dapat dihayati, kecuali melalui pendekatan imani. Sangat menakjubkan.

Di dalam al-Qur'an, Allah mengawali cerita Isra' Mi'raj dengan menggunakan kalimat tasbih, namun tidak demikian ketika Allah menceritakan tentang penciptaan Nabi Adam, tenggelamnya Fir'aun dan bala tentaranya di laut merah, kaum Tsamud yang ditelan bumi, dan umat Nabi Hud yang ditiup angin topan. Ini menandakan betapa hebatnya peristiwa Isra' Mi'raj itu.


Quraish Shihab, Lentera Al-Qur'an
Ceramah KH Zainuddin MZ, Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW

Malaikat di Pintu Masjid

Source: Google Image
Senang. Itulah yang seyogianya kita rasakan ketika berada di hari Jum'at. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sebaik-baiknya hari dalam peredaran matahari adalah yaumul Jumu'ah (hari Jum'at)." HR Muslim  

Hari Jum'at adalah harinya umat Muslim, penuh berkah dan ampunan, juga merupakan hari di mana Nabi Adam diciptakan dan dimasukkan ke dalam Surga. Namun, tahukah Anda, terdapat malaikat di setiap pintu masjid pada hari tersebut.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apabila hari Jum'at tiba, di setiap pintu masjid terdapat malaikat yang mencatat orang-orang yang paling awal datang maupun setelahnya. Ketika imam duduk di mimbar, malaikat itu melipat lembaran mereka dan mendengarkan khutbah."

Sikap malaikat, sebagaimana yang tersurat dalam hadits tersebut, patutlah menjadi teladan bagi orang-orang yang tak ingin Jum'atnya sia-sia dikarenakan bersikap acuh tak acuh terhadap imam yang tengah khutbah.

Syahdan, "...Orang-orang yang bergegas pergi untuk melakukan shalat Jum'at pada awal waktu sama halnya dengan orang yang berkurban Unta, sedangkan yang berikutnya seperti berkurban Sapi, selanjutnya seperti berkurban Kambing, dan yang terakhir seperti berkurban telur." HR Muslim

Referensi:
Zaki Al-din 'abd Al-azhim Al-mundziri, Ringkasan Shahih Muslim.